Dreams (Part 13)

Cerita sebelumnya

Saat Badrun ingin pamit pulang,,,,

Tiba-tiba saja mak Beti menelepon Badrun.

Mak Beti

Badrun bergegas pamit untuk segera pulang dan mengangkat panggilan karena sudah memasuki waktu tidur. Ada-ada saja semua yang dipikirkan Badrun tentang mak Beti yang menelponnya malam-malam begini.

“Assalamualaikum mak Beti, onde mande ada apalah mak Beti menelpon malam-malam?”

Tanya Badrun dengan nada yang dilembutkan selembut mungkin agar mak Beti tak menghantam gendang telinganya dengan teriakan super dupernya siapa tahu mak Beti ingin menagih hutangnya yang segunung ‘bagaimana ini, aku bahkan tak punya uang untum sekedar makan siang besok di sekolah, alamak’.

“Hai nak, cepatlah kau balik. Nenek kau sedang menuju rumah sakit sekarang ini. Cepat kau kemari”

Mak Beti dengan suara rendahnya terdengar lebih mengerikan dari biasanya hingga Badrun tak lagi mampu mengeluarkan sepatah katapun. Secepat kilat Badrun menaiki sepedanya tuanya lalu mengayuhnya dengan kecepatan penuh. Disaat seperti ini terkadang dia menyesal kenapa dia tidak bisa berteman dengan Super Dede agar bisa meminjamkan sepatunya itu, bukankah si Super Dede itu suka membantu orang yang sedang kesusahan?.

Menggunakan trotoar yang memang dikhususkan untuk pengemudi sepeda Badrun mengayuh kencang pedal sepeda tuanya keinginan sangat besar untuk bertemu nenek satu-satunya yang telah dia anggap sebagai ibu ketika sang ibu sesungguhnya sedang memeras peluh untuk menghasilkan uang kehidupannya. Badrun merasa dirinya sangat tak berguna dia bahkan tahu nenek yang menurutnya sangat dicintainya itu sedang menuju rumah sakit dari orang lain, mak Beti, sang penagih hutangnya.

‘Terimakasih mak Beti. Suatu saat nanti akan ku balas jasamu. Membayar hutangku tentu saja’ Suara hati kecil Badrun.

Di seberang jalan sana terjadi kericuhan. Badrun terus mengayuh sepeda tuanya tapi mulai perlahan. Dia semakin mendekati kericuhan tersebut dan berhenti untuk melihat apa yang terjadi di kericuhan tersebut. Badrun melesak masuk di antara kerumunan orang.

“Ada apa masnya?”

Badrun bertanya ada salah satu orang yang ada di tempat kejadian tersebut.

“Kecelakaan mas. Korban tabrak lari” jawab si masnya.

Matanya terbelalak memerah riak air yang tak tertahankan menuruni pipi hitamnya yang selalu hanya tersiram air bak mandi.

“T-tidak,,,b-bukan. K-kenapa?”

‘Arrgh,,, kenapa aku jadi gagap begini?’

“Tidaktidakitupastibukannenekitubukannenek”

Dengan napas tersenggal Badrun bicara dalam satu kali napas seperti rapper terkenal dari boy group Korea “Suga BTS”. Dia tak tahu apa yang harus Badrun lakukan selain menangis dalam diam menyalahkan dirinya entah yang keberapa kalinya. Napasnya tercekat susah sekali bernapas dengan sewajarnya.

Badrun cepat-cepat meminta agar dirinya ikut serta menuju rumah sakit pada salah satu petugas di tempat kejadian tersebut.

Mereka segera menuju rumah sakit suara sirine dibunyikan pertanda darurat.

A few hours latter,,,

BADRUNN,,, KAPAN KAU AKAN BANGUN HAH. INI SUDAG PAGI KAU TAK AKAN BERANGKAT SEKOLAH?”

Brugh‘ terjatuhlah Badrun dari kasur.

Teriakan abangnya membuat tidur mengerikannya ‘hancur lebur buyar ambyar’. Kali ini dia akan berterimakasih pada abangnya karena telah mengagalkan mimpi buruknya.

“Haaahh,,, kukira itu semua nyata. Terimakasih abangkoh”

Selesai berpakaian Badrun segera sarapan dengan abangnya yang ternyata belum berangkat.

“Terimakasih abang. Kau telah menyelamatkan hidupku dari mimpi buruk”

Badrun memeluk abangnya dengan wajah melas. Sementara abangnya berusaha menyingkirkan Badrun dengan raut wajah gelinya.

“Apa-apaan kau ni hah. Lepas. Geli abang dengan kau”

“Hehe”

“Kemana nenek bang?”

Tanya Badrun setelah memasukan nasi ke dalam perutnya.

“Kau tak ingat, bukankah kau yang kemarin malam mengantarkan nenek ke rumah sakit?”

Badrun diam seketika dengan nasi yang menggantung di mulutnya.

“B-bang,,, kau-,,, jadi semua bukan mimpi” suaranya lirih.

“Bang, lalu kenapa aku ada disini?”

“Kau kelelahan dan stres ringan lalu kau pingsan dalam ambulans. Makannya kau abang bawa kemari”

“Bisa aku istirahat saja bang?”

“Sekolah kau bagaimana?”

“Sedang tak ada pelajaran aapun. Hari ini sekolah membebaskan kelas 3”

“Terserah kau. Tapi sebentar. Ku serius ingin kuliah di luar kota?”

Badrun diam tak menjawab. Bingung harus bagaimana menjawab. Dia ingin sekali kuliah agar menjadi orang ointar dan menghasilkan uang dari otaknya bukan hanya dari otot bisepnya. Tapi Badrun juga tak mungkin jika meninggalkan neneknya dalam keadaan sakit seperti ini terlebih karena nenek juga sudah sangat tua. Terkadang sang nenek sangat merindukan cucu-cucunya walau mereka satu rumah.

“Entah bang”

Badrun hanya mampu mengangkat bahu tak tahu.

“Nenek gegar otak. Kemarin malam saat kau pergi ke rumah gurumu dia jatuh di kamar mandi hingga pingsan dan biaya perawatannya juga mahal jika terus berlanjut maka nenek harus dioperasi dengan biaya yang kau tahu hampir sama dengan biaya kau kuliah nanti. Semua keputusan ada di tangan kau. Abang hanya memberi tahu keadaan nenek”

“Ya bang. Aku ke kamar”

“Istirahat yang benar sebelum kau melihat hasil ujianmu yang tak patut dilihat itu he”

Badrun mendelik tak suka perkataan abangnya itu yang terkadang jika dipikir-pikir ada benarnya juga.

Badrun masuk kembali ke dalam kamar, mengganti baju sekolahnya dengan baju santai. Merebahkan tubuhnya di kasurnya dengan pikiran yang melayang pada kejadian semalam yang seperti mimpi. Mimpinya yang telah lama pun belum terwujud tapi kenapa mimpi semalam malah kenyataan. Mimpi masa kecilnya sangat ingin sekali dia wujudkan tapi kesembuhan neneknya juga ingin lekas dia wujudkan.

“Apa aku masih bisa kuliah dengan keadaan nenek yang seperti ini. Duh gusti-,,,, kumaha atuh ieu teh. Rarungsing cing atuh saha weh nu aya uang lebih ka daku ken

Erangan prustasi Badrun membuatnya sakit kepala dan pikiran. v:

Antara mimpi dan kenyataan. Mana yang akan Badrun pilih.

Mimpi sang Badrun dengan gadis.

Mimpi Badrun sekarang bertemu dengan gadis cantik jelita berayun di dahan pohon Ek. Siapakah dia?

Cerita selanjutnya